PENYALURAN
DANA BANK SYARIAH
Bank
merupakan lembaga keuangan yang dibangun atas dasar kepercayaan. Bank pun dalam
pendanaan operasionalnya sebagian besar berasal dari masyarakat. Dana-dana yang
dihimpun dari masyarakat ternyata menjadi sumber dana terbesar yang dijadikan
andalan oleh bank tersebut. Pencapaiannya mencapai 80-90% dari seluruh dana
yang dikelola bank. Setiap lapisan masyarakat yang menyimpan uangnya harus
benar-benar yakin akan keamanan uang yang diamanahkannya kepada bank-bank tertentu
dan dalam jangka waktu tertentu pula.
Dalam
menghimpun dana, bank menyediakan beberapa produk untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dan tuntutan zaman yang semakin canggih dengan adanya teknologi
modern sekaligus persaiangan di dunia global. Selain itu, produk-produk
tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penyimpanan
kekayaan, sehingga dibutuhkanlah jasa perbankan untuk memenuhinya. Seperti
produk-produk penghimpun dananya, yakni: giro, tabungan, dan deposito. Namun,
dalam prakteknya ternyata tidak semuanya dapat dibenarkan oleh hukum Islam,
oleh karenanya perlu dipahami lagi secara lebih mendalam supaya tidak melanggar
hukum Islam yang telah ditetapkan demi kemashlahatan umat manusia.
A.
Penghimpunan
Dana
1. Penghimpuanan
Dana Wadi’ah Yad Dhamanah
Dalam kegiatan
penghimpuanan dana dari masyarakat, lembaga keuangan syariah dapat menawarkan
produk jasa wadi’ah, yang dari segi kebahasaan berarti titipan. Aqad wadiah
tergolong dari bagian aqad tabarru’, yakni akad yang mengandung kebajikan karena
mengandung unsur tolong menolong antar sesama manusia dalam lingkungan
sosialnya.
Prinsip dasar wadiah
menyebutkan bahwa seorang penitip barang wajib membayar seluruh biaya yang
dikeluarkan oleh yang dititipi, secara otomatis, untuk keperluan memelihara
barang titipan tersebut, disamping imbalan jasa dalam jumlah yang sesuai dengan
kadar kepatutan atau berdasarkan kesepakatan diawal antara kedua belah pihak
ketika perjanjian wadi’ah dibuat.
Demikian juga dalam hal
pengarahan dana Wadi’ah, pada perinsipnya pihak lembaga boleh memungut biaya
administrasi kepada nasabah, karena ini menjadi haknya, dan nasabah wajib
memenuhi sebagai imbalan jasa yang diberikan untuk memelihara keamanan harta
(dana) yang diditipkan nasabah kepadanya. Adapun besarnya biaya administrasi,
kadarnya ditentukan berdasarkan parameter yang wajar dalam dunia perbankan.
Dalam rangka pengerahan
dana ini, atas seijin penitip (nasabah), pihak lembaga dapat mengelolanya untuk
tujuan komersial, sehingga bila diperoleh keuntungan pihak lembaga dapat
m,emberikan hibbah (bonus) yang besarnya tidak boleh ditetapkan secara pasti
dimuka dengan kalkulasi angka-angka rupiah ataupun presentasi atas nilai pokok
dana wadiah. Sebaliknya bila kerugian yang didapat, pihak lembagalah yang
menaggung kerugian tersebut, sehingga wadiah seperti ini lazim dikenal dalam
istilah fiqih dengan sebutan Wadi’ah yad ad-dhamanah, (titipan dengan resiko
ganti rugi).
Dalam praktiknya,
sebagian pengelola lembaga keuangan syariah menyebut bonus wadi’ah sebagai
istilah Bagi Hasil yang besarnya ditentukan dimuka atas dasar perhitungan
persentase angka-angka rupiah serta dengan membandingkan besaran bunga tabungan
yang diberikan oleh bank konvensional dalam menarik minat caln nasabah. Hal ini
dilakukan karena pihak pengelola merasa kesulitan ketika harus menjelaskan
dengan semestinya prinsip wadi’ah dalam ajaran syariah, sementara pada saat
yang sama pengetahuan ke-syariahan nasabah sendiri masih sangat rendah.
Dismping itu ditemukan pula bukti bahwa sebagian besar pengelola lembaga
keuangan syariah melakukan hal sama karena kurang percaya diri dan menganggap
pola yang ditawarkan lembaga keuangan syariah tidak lebih efektif daripada yang
dilakukan bank konvensional.
2. Penghimpunan
Dana Mudharabah
Mudharabah
merupakan wahana utama bagi perbankan syariah untuk memobilisasi dana
masyarakat yang terserak dalam jumlah besar dan untuk menyediakan berbagai
fasilitas, antara lain fasilitas pembiayaan bagi para pengusaha.
Mudharabah adalah salah
satu aqad kerjasama kemitraan yang berdasarkan prinsip berbagi untung dan rugi
(profit and loss sharing principle), yang dilakukan sekurang-kurangnya oleh dua
belah pihak, dimana pihak yang pertama memiliki dan menyediakan modal, sedang
pihak yang kedua memiliki keahlian dan beratanggung jawab atas pengelolaan
dana/ manajemen usaha halal tertentu. Dasar perjanjian Mudharabah adalah
kepercayaan murni, sehingga dalam rangka pengelolaan dana oleh pihak ke-2,
pihak pemilik modal tidak diperkenankan mengintervensi dalam bentuk apapun
selain hak melakukan pengawasan untuk menghindari pemanfaatan dana diluar
rencana yang disepakati, serta bagaimana antisipasi bagaimana terjadinya
kecerobohan dan atau kecurangan yang dapat dilakukan pengelola.
B.
Penyaluran
Dana
1. Mudharabah
Adapun dalam hal
penyaluran dana Mudharabah, pihak perbankan bertindak sebagai pemilik dana dan
nasabah sebagai pengelola. Pihak perbankan memberikan kepercayaan penuh kepada
nasabah untuk memanfaatkan fasilitas pembiayaan berbagi hasil ini sebagai modal
mengelola usaha halal tertentu dan Feasible. Karena landasan dasar mudharabah
ialah murni kepercayaan dari pemilik modal, maka pihak perbankan dituntut
ekstra hati-hati dan slektif terhadap pembiayaan yang diajukan nasabah, lebih
dari yang sewajarnya dilakukan. Hal ini penting dikemukakan, karena sedikit
saja kesalahan dilakukan, akibatnya fatal bagi pihak bank mengingat produk
mudharabah selalu terkait dengan prinsip berbagi untung dan rugi.
Adalah bentuk kerja
sama antara 2 (dua) atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah
modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Ketentuan umum:
-
Jumlah modal yang
diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal, harus secara tunai, dapat
berupa uang tunai atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Jika
modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama
-
Hasil pengelolaan
diperhitungkan dengan 2 (dua) cara: 1) revenue sharing, yang berasal dari
pendapatan proyek, dan 2) profit sharing, dari keuntungan proyek.
-
Bank berhak melakukan
pengawasan terhadap pekerjaan, namun tak berhak mencampuri urusan
pekerjaan/usaha nasabah.
2. Musyarakah
Secara bahasa syirkah
atau musyarakah berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan
modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam istilah
fikih syirkah adalah suatu akad antara dua orang atau lebih untuk berkongsi
modal dan bersekutu dalam keuntungan.
C.
Produk
Penyaluran Dana Bank Syariah
Produk peyaluran dana pada nasabah secara garis besar dibagi
menjadi empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu :
1. Prinsip Jual Beli
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya
perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer
of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian
harga atas barang yang dijual. Produk yang ditawarkan adalah :
a. Murabahah
Sering juga disebut al
Bai bitsaman ajil. Yaitu akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli[1]. Murabahah dapat
dilakukan berdasarkan pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan bank
melakukan pembelian barang setelah ada pesanan dari nasabah. Dalam perbankan,
murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan.
b. Salam
Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman oleh muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya
dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai
dengan syarat-syarat tertentu[1]. Dalam transaksi ini
kualitas, kuantitas harga dan waktu penyerahan barang ditentukan secara pasti
sehingga tidak seperti jual ijon.
c. Istishna’
Istishna’ adalah akad jual beli antara al mustashni (pembeli) dan as
shani (produsen yang juga bertindak sebagai penjual)[1]. Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi
produsen untuk menyediakan al mashnu (barang
pesanan) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan
harga yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan,
atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu.
2. Prinsip sewa (ijarah)
Transaksi ini dilandasi adanya perpindahan manfaat. Ijarah
adalah akad sewa - menyewa antara pemilik ma’jur
(objek sewa) dan musta’jir (penyewa)
untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya[1].
3. Prinsip bagi hasil (syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi
hasil adalah sebagai berikut :
a.
Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama diantara para pemilik modal
yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam
musyarakah, mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu
usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra
dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati
secara bertahap atau sekaligus kepada bank. Pembiayaan dapat diberikan dalam
bentuk kas, setara kas atau aktiva non kas termasuk aktiva tidak berwujud.
b.
Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah
bagi hasil menurut kesepakatan dimuka[1]. Jika usaha mengalami
kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika
ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana seperti penyelewengan,
kecurangan dan penyalah gunaan dana.Mudharabah terdiri dari dua bentuk yaitu Mudharabah Mutlaqah (investasi tidak
terikat ) dan Mudharabah Muqayyadah
(investasi terikat).
4. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan biasanya diperlukan
juga akad pelengkap. Produk ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan,
tetapi untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan.
a. Hiwalah (Alih hutang piutang)
Bertujuan
untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan
produksinya. Bank akan mendapati ganti atas jasa pemindahan piutang.
b. Rahn (gadai)
Tujuan
akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam
memberikan pembiayaan.
c. Qardh
Qardh
adalah pinjaman uang kepada nasabah yang digunakan untuk keperluannya dengan
hanya mengembalikan biaya pokok.
d. Wakalah
Wakalah
adalah nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan
pekerjaan jasa tertentu.
e. Kafalah
Kafalah
dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban
pembayaran.
Sumber: Supawi Pawenang, 2017, Ekonomi
Manajerial, Surakarta: Universitas Islam Batik.