Rabu, 04 Januari 2017




PENYALURAN DANA BANK SYARIAH

Bank merupakan lembaga keuangan yang dibangun atas dasar kepercayaan. Bank pun dalam pendanaan operasionalnya sebagian besar berasal dari masyarakat. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat ternyata menjadi sumber dana terbesar yang dijadikan andalan oleh bank tersebut. Pencapaiannya mencapai 80-90% dari seluruh dana yang dikelola bank. Setiap lapisan masyarakat yang menyimpan uangnya harus benar-benar yakin akan keamanan uang yang diamanahkannya kepada bank-bank tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula.
Dalam menghimpun dana, bank menyediakan beberapa produk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntutan zaman yang semakin canggih dengan adanya teknologi modern sekaligus persaiangan di dunia global. Selain itu, produk-produk tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penyimpanan kekayaan, sehingga dibutuhkanlah jasa perbankan untuk memenuhinya. Seperti produk-produk penghimpun dananya, yakni: giro, tabungan, dan deposito. Namun, dalam prakteknya ternyata tidak semuanya dapat dibenarkan oleh hukum Islam, oleh karenanya perlu dipahami lagi secara lebih mendalam supaya tidak melanggar hukum Islam yang telah ditetapkan demi kemashlahatan umat manusia.
A.    Penghimpunan Dana
1.      Penghimpuanan Dana Wadi’ah Yad Dhamanah
Dalam kegiatan penghimpuanan dana dari masyarakat, lembaga keuangan syariah dapat menawarkan produk jasa wadi’ah, yang dari segi kebahasaan berarti titipan. Aqad wadiah tergolong dari bagian aqad tabarru’, yakni akad yang mengandung kebajikan karena mengandung unsur tolong menolong antar sesama manusia dalam lingkungan sosialnya.
Prinsip dasar wadiah menyebutkan bahwa seorang penitip barang wajib membayar seluruh biaya yang dikeluarkan oleh yang dititipi, secara otomatis, untuk keperluan memelihara barang titipan tersebut, disamping imbalan jasa dalam jumlah yang sesuai dengan kadar kepatutan atau berdasarkan kesepakatan diawal antara kedua belah pihak ketika perjanjian wadi’ah dibuat.
Demikian juga dalam hal pengarahan dana Wadi’ah, pada perinsipnya pihak lembaga boleh memungut biaya administrasi kepada nasabah, karena ini menjadi haknya, dan nasabah wajib memenuhi sebagai imbalan jasa yang diberikan untuk memelihara keamanan harta (dana) yang diditipkan nasabah kepadanya. Adapun besarnya biaya administrasi, kadarnya ditentukan berdasarkan parameter yang wajar dalam dunia perbankan.
Dalam rangka pengerahan dana ini, atas seijin penitip (nasabah), pihak lembaga dapat mengelolanya untuk tujuan komersial, sehingga bila diperoleh keuntungan pihak lembaga dapat m,emberikan hibbah (bonus) yang besarnya tidak boleh ditetapkan secara pasti dimuka dengan kalkulasi angka-angka rupiah ataupun presentasi atas nilai pokok dana wadiah. Sebaliknya bila kerugian yang didapat, pihak lembagalah yang menaggung kerugian tersebut, sehingga wadiah seperti ini lazim dikenal dalam istilah fiqih dengan sebutan Wadi’ah yad ad-dhamanah, (titipan dengan resiko ganti rugi).
Dalam praktiknya, sebagian pengelola lembaga keuangan syariah menyebut bonus wadi’ah sebagai istilah Bagi Hasil yang besarnya ditentukan dimuka atas dasar perhitungan persentase angka-angka rupiah serta dengan membandingkan besaran bunga tabungan yang diberikan oleh bank konvensional dalam menarik minat caln nasabah. Hal ini dilakukan karena pihak pengelola merasa kesulitan ketika harus menjelaskan dengan semestinya prinsip wadi’ah dalam ajaran syariah, sementara pada saat yang sama pengetahuan ke-syariahan nasabah sendiri masih sangat rendah. Dismping itu ditemukan pula bukti bahwa sebagian besar pengelola lembaga keuangan syariah melakukan hal sama karena kurang percaya diri dan menganggap pola yang ditawarkan lembaga keuangan syariah tidak lebih efektif daripada yang dilakukan bank konvensional.
2.      Penghimpunan  Dana Mudharabah
Mudharabah  merupakan wahana utama bagi perbankan syariah untuk memobilisasi dana masyarakat yang terserak dalam jumlah besar dan untuk menyediakan berbagai fasilitas, antara lain fasilitas pembiayaan bagi para pengusaha.
Mudharabah adalah salah satu aqad kerjasama kemitraan yang berdasarkan prinsip berbagi untung dan rugi (profit and loss sharing principle), yang dilakukan sekurang-kurangnya oleh dua belah pihak, dimana pihak yang pertama memiliki dan menyediakan modal, sedang pihak yang kedua memiliki keahlian dan beratanggung jawab atas pengelolaan dana/ manajemen usaha halal tertentu. Dasar perjanjian Mudharabah adalah kepercayaan murni, sehingga dalam rangka pengelolaan dana oleh pihak ke-2, pihak pemilik modal tidak diperkenankan mengintervensi dalam bentuk apapun selain hak melakukan pengawasan untuk menghindari pemanfaatan dana diluar rencana yang disepakati, serta bagaimana antisipasi bagaimana terjadinya kecerobohan dan atau kecurangan yang dapat dilakukan pengelola.

B.     Penyaluran Dana
1.      Mudharabah
Adapun dalam hal penyaluran dana Mudharabah, pihak perbankan bertindak sebagai pemilik dana dan nasabah sebagai pengelola. Pihak perbankan memberikan kepercayaan penuh kepada nasabah untuk memanfaatkan fasilitas pembiayaan berbagi hasil ini sebagai modal mengelola usaha halal tertentu dan Feasible. Karena landasan dasar mudharabah ialah murni kepercayaan dari pemilik modal, maka pihak perbankan dituntut ekstra hati-hati dan slektif terhadap pembiayaan yang diajukan nasabah, lebih dari yang sewajarnya dilakukan. Hal ini penting dikemukakan, karena sedikit saja kesalahan dilakukan, akibatnya fatal bagi pihak bank mengingat produk mudharabah selalu terkait dengan prinsip berbagi untung dan rugi.
Adalah bentuk kerja sama antara 2 (dua) atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Ketentuan umum:
-          Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal, harus secara tunai, dapat berupa uang tunai atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Jika modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama
-          Hasil pengelolaan diperhitungkan dengan 2 (dua) cara: 1) revenue sharing, yang berasal dari pendapatan proyek, dan 2) profit sharing, dari keuntungan proyek.
-          Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.
2.      Musyarakah    
Secara bahasa syirkah atau musyarakah berarti mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam istilah fikih syirkah adalah suatu akad antara dua orang atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dalam keuntungan.

C.    Produk Penyaluran Dana Bank Syariah
Produk peyaluran dana pada nasabah secara garis besar dibagi menjadi empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu :
1.      Prinsip Jual Beli
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan didepan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Produk yang ditawarkan adalah :
a.       Murabahah
Sering juga disebut al Bai bitsaman ajil. Yaitu akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli[1]. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan bank melakukan pembelian barang setelah ada pesanan dari nasabah. Dalam perbankan, murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan.
b.      Salam
Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan penangguhan pengiriman oleh muslam ilaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai dengan syarat-syarat tertentu[1]. Dalam transaksi ini kualitas, kuantitas harga dan waktu penyerahan barang ditentukan secara pasti sehingga tidak seperti jual ijon.
c.       Istishna’
Istishna’ adalah akad jual beli antara al mustashni (pembeli) dan as shani (produsen yang juga bertindak sebagai penjual)[1]. Berdasarkan akad tersebut, pembeli menugasi produsen untuk menyediakan al mashnu (barang pesanan) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati. Cara pembayaran dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu.
2.      Prinsip sewa (ijarah)
Transaksi ini dilandasi adanya perpindahan manfaat. Ijarah adalah akad sewa - menyewa antara pemilik ma’jur (objek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya[1].
3.      Prinsip bagi hasil (syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut :
a. Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerjasama diantara para pemilik modal yang mencampurkan modal mereka untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam musyarakah, mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikan modal tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati secara bertahap atau sekaligus kepada bank. Pembiayaan dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas atau aktiva non kas termasuk aktiva tidak berwujud.
b. Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan dimuka[1]. Jika usaha mengalami kerugian, maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalah gunaan dana.Mudharabah terdiri dari dua bentuk yaitu Mudharabah Mutlaqah (investasi tidak terikat ) dan Mudharabah Muqayyadah (investasi terikat).
4.      Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Produk ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tetapi untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan.
a.       Hiwalah (Alih hutang piutang)
Bertujuan untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Bank akan mendapati ganti atas jasa pemindahan piutang.
b.      Rahn (gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
c.       Qardh
Qardh adalah pinjaman uang kepada nasabah yang digunakan untuk keperluannya dengan hanya mengembalikan biaya pokok.
d.      Wakalah
Wakalah adalah nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu.
e.       Kafalah
Kafalah dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.






Sumber: Supawi Pawenang, 2017, Ekonomi Manajerial, Surakarta: Universitas Islam Batik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar