AKAD PERBANKAN SYARI’AH
Dalam setiap
transaksi syariah, seperti transaksi jual-beli atausejenisnya dan mu’amalah
yang lain, baik antara orang perorangan ataulebih, perorangan dengan lembaga
atau antar lembaga, sudah barang tentuharus ada jalinan ikatan (akad) yang
jelas diantara mereka, dalam hal apamereka bertransaksi dan bagaimana perikatan
yang dibangun antara parapihak untuk dapat mewujudkan obyek yang berkait dengan
perikatantersebut. Akad (perikatan) tersebut memberi informasi dan formulasi
yangmenggambarkan tentang hak dan kewajiban masing-masing fihak danperanannya
dalam merealisir obyek perjanjian yang menjadi tujuan denganmasing-masing pihak
memiliki hak dan kewajiban yang mengikat atasobyek prikatan sampai pada hal
yang menyangkut proses penyelesaian bilamana terjadi kegagalan atau wanprestasi
diantara para pihak.
Akad/perjanjian
mengatur hubungan keterikatan antara para pihakmengenai hak dan kewajiban yang
memuat tentang identitas pihak-pihakterkait, di satu pihak dapat bertindak atas
nama hukum atas hal-hal yangberkaitan dengan akad/perjanjian dimaksud dan di
lain pihak bila tidakdapat melaksanakan janjinya maka akan menerima sanksi
hukum sesuaidengan materi akad perjanjian yang telah disepakati bersama.
Secara garis
besar dijumpai dua bentuk akad transaksi syariah, yaitu akad tabarru’ dan
akad tijaroh (bisnis).
1. Akad
tabarru’ (kebajikan) yakni akad dalam transaksi
perjanjian antara dua orang atau lebih dan tidak profit oriented (tujuan
keuntungan).Akad Tabarru’ berguna untuk tujuan adanya rasa saling menolong
antarsesama dengan tanpa mengharap adanya balasan (imbalan keuntungan)kecuali
pahala dan ridho Alloh, sehingga masing-masing pihak tidakdapat mengambil
keuntungan dari bentuk trnsaksi tersebut. Yang tergolong dalam transaksi
syariah ini antara lain: Qordh, Rohn, Hawalah,Wakalah, Wadi’ah,
Kafalah dan Waqaf.
2. Akad
tijaroh (bisnis) yang merupakan jenis akad
transaksi perjanjianantara dua orang atau lebih yang bertujuan untuk
mendapatkankeuntungan (profit oriented bisnis).Akad Tijaroh digunakan
dalam transaksi syariah yang mempunyai tujuanmendapatkan keuntungan (profit
oriented bisnis), dan masing-masingpihak terkait berhak untuk mendapatkan
bagian keuntungan sesuaidengan besaran yang telah disepakati bersama. Akad
tijaroh bisa diubahmenjadi akad tabarru’ bila dilakukan dengan
ikhlash dan sebaliknyaakad tabarru’ tidak boleh digantikan akad
tijaroh.15
Dalam berbagai
bentuk transaksi syariah yang dilakukan oleh para pihak yang berakad, sangat
memungkinkan untuk terjadinya perubahan akad. Satu akad tidak lagi untuk satu
obyek transaksi, tetapi bisa terjadi satu akad untuk dua transaksi atau lebih.
Dalam hal ini ada 2 hal yang harus dihindarkan (tidak boleh dilakukan), karena
akad akan menjadi rusak (fasid) atau batal dan tidak berlaku lagi, yakni
dalam hal;
1. Penggunaan
dua akad dalam satu transaksi syariah secara bersamaan dan hal ini sangat tidak
dibenarkan dalam syara’. kebersamaan dimaksud antara lain; terkait dengan pihak
yang sama; obyek yang sama; danrentanag waktu yang sama pula.
2. Keterkaitan
(ta’alluq) satu akad dengan akad yang lain. Misalkan pinjaman sejumlah
dana tertentu dengan kesediaan menjadi besan, dansebagainya.
Sedang kedua
akad yang boleh dikombinasikan adalah antara lain dalam hal;
1.
Antara akad tabarru’
dengan akad tabarru’ (wakalah dan wakaf)
2.
Antara akad tijaroh dengan
akad tijaroh (bai’ dan tijaroh)
3.
Antara akad tabarru’
dengan akad tijaroh (rohan dan tijaroh)
1.
Prinsip Pinjam Meminjam Berdasarkan
Akad Qardh
Prinsip keempat dalam penyaluran dana Bank Syariah yaitu
prinsip pinjam meminjam berdasarkan qardh. Bank Indonesia mendefinisikan
Al-Qardhsebagai penyediaan dana atau tagihan antara Bank Syariah dengan pihak
peminjam yang mewajibkan pihak peminjam melakukan pembayaran sekaligus atau
secara cicilan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan Safi’i Antonio memberikan
pengertian al-qardhsebagai pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih
atau diminta kembali. Dengan kata lain qardhberarti meminjamkan tanpa
mengharapkan imbalan.
Penerapan prinsip Al-Qardhdalam perbankan syariah biasanya
dilakukan kepada orang atau nasabah yang sangat memerlukan dana, terutama
kepada nasabah yang kurang mampu atau usaha kecil. Pinjaman yang diberikan
tersebut tidak disertai tambahan pada saat pengembaliannya. Namun, nasabah
tetap diwajibkan mengembalikan jumlah dana yang dipinjamkannya. Oleh karena itu
pembiayaan ini bersifat khusus dan memerlukan sumber dana tersendiri yang
biasanya bersumber dari modal yang dialokasikankhusus untuk tujuan itu atau
dana yang dari sadaqoh, infak, atau zakat.
Di beberapa bank syariah, telah disediakan pembiayaan khusus
untuk tujuan sosial, terutama dalam membantu fakir miskin atau pengusaha kecil
yang membutuhkan dana untuk tujuan usaha. Dana untuk tujuan sosial ini disebut
al-qardh al-hasan.
Pengembalian pinjaman tersebut dapat dilakukan sesuai
kemampuan nasabah misalnya secara harian atau mingguan. Bagi bank syariah,
al-qardhmenjadi suatu produk pembiayaan, dimana nasabah diberikan suatuplafon
pembiayaan untuk menutupi suatu pembayaran dan akan dikembalikan secepatnya
sejumlah yang dipinjam. Oleh karena itu, al-qardhjuga disebut sebagai
pembiayaan dana talangan bagi nasabah atau sebagai sumber dana talangan antar
bank.
2.
Al –Wakalah
Al –Wakalahsecara harfiah berarti penyerahan, pendelegasian,
ataupemberian mandat. Dalam aplikasi perbankan, al-wakalahterjadi apabila
nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan
atau jasa tertentu, seperti pembukaan L/C, inkaso, dan transfer uang. Bank dan
nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Khusus
untuk pembukaan L/C, apabila dana nasabah ternyata tidak cukup, maka
penyelesaian L/C (settlement L/C) dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah,
mudharabah, atau musyarakah. Kelalaian dalam menjalankan kuasa menjadi tanggung
jawab bank, kecuali kegagalan karena force majeure yang menjadi tanggung jawab
nasabah. Apabila bank yang ditunjuk lebih dari satu, masing-masing bank tidak
boleh bertindak sendiri-sendiri tanpa musyawarah dengan bank yang lain, kecuali
dengan seizin nasabah.
Tugas, wewenang, dan tanggung jawab bank harus jelas, sesuai
kehendak nasabah. Setiap tugas yang dilakukan harus mengatasnamakan nasabah dan
harus mampu dilaksanakan oleh bank. Atas pelaksanaan tugasnya tersebut, bank
mendapatkan imbalan (fee) berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberian kuasa
berakhir setelah tugas dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah dengan
bank.
3.
Al-Kafalah
Al-Kafalahadalah garansi atau jaminan yang diberikan oleh
penanggung kepada pihak ketiga untuk menanggung kewajiban pihak kedua (
tertanggung ) apabila tertanggung tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Sebagaimana halnya dalam praktik bank konvensional, perbankan syariahpada
dasarnya dapat memberikan jaminan berupa garansi bank kepada nasabahnya, antara
lain misalnya jaminan bank ( bank garansi ) dalam rangka pelaksanaan proyek,
jaminan mengikuti tender, jaminanuntuk mengeluarkan barang impor di wilayah
kepabean ( misalnya di pelabuhan ) sebelum dokumen impor dilengkapi. Untuk
mendapatkan garansi bank, bank dapat mempersyarakat nasabah untuk menempatkan
atau menyetor sejumlah dana untuk mendapatkan jasa ini, dan bank menerima dana
tersebut dengan prinsip al-wadi’ah. Untuk itu bank mendapatkan imbalan atau
feeatas jasa yang diberikan kepada nasabah tersebut.
4.
Al –Rahn
Al –Rahnadalah harta atau aset yang harus diserahkan oleh
peminjam ( debitur ) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya dari
bank.Tujuan pemberian fasilitas al –rahnoleh bank adalah untuk membantu nasabah
dalam pembiayaan usahanya. Atas izin bank, nasabah dapat menggunakan barang
tertentu yang digadaikan dengan tidak mengurangi nilai dan merusak barang yang
digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak atau cacat, maka nasabah harus
bertanggung jawab.
Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan
barang yang digadaikan atas perintah hakim /qadhi. Nasabah mempunyai hak untuk
menjual barang tersebut dengan izin bank. Apabila hasil penjualan melebihi
kewajibannya, maka kelebihan tersebut menjadi milik nasabah. Jika penjualan
tersebut lebih kecil dari kewajibannya, nasabah wajib menutupi kekurangannya.
https://uniba.ac.id/utama/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar