Minggu, 12 Juni 2016



SISTEM PEMBELIAN BAHAN BAKU

Proses pembelian bahan baku merupakan hal yang terpenting dalam suatu proses bisnis. Proses berjalannya suatu bisnis terutama industri yang bergerak dalam kegiatan produksi, membutuhkan bahan baku agar kegitan produksi dapat berjalan sehingga mampu menciptakan suatu produk yang siap dijual.
Pembelian adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh industri terutama produksi untuk memperoleh bahan baku, perlengkapan atau peralatan. Tujuan utamanya adalah memperoleh bahan dengan biaya serendah mungkin yang konsisten dengan kualitas yang sesuai standar yang ditentukann. Fungsi dari pembelian untuk memastikan bahwa ada keseimbangan antara persediaan bahan dengan tingkat inventaris sehingga perusahaan dapat mempertahankan posisi labanya sepanjang menyangkut biaya bahan dan agar dapat terus beroprasi.
Sedangkan bahan baku adalah barang-barang yang diperoleh untuk digunakan dalam proses produksi. Beberapa bahan baku diperoleh secara langsung dari sumber-sumber alam.
A.    Tujuan Proses Pembelian Bahan Baku
Pembelian barang baku merupakan hal yang sangat vital bagi sebuah industri manufaktur. Dalam proses tersebut membutuhkan suatu prosedur yang sesuai dengan standar dan kebutuhan. Jika tidak sesuai dengan standar yang ditentukan, bisa jadi suatu industri manukfaktur tidak akan mendapat hasil yang maksimal dan akan mengalami kebangkrutan.
1.      Mencegah pemborosan. Pembelian barang baku disesuaikan dengan kebutuhan yang telah disetujui.
2.      Mencegah permaian harga. Setiap suplier didata dan diadakan tender agar sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan.
3.      Mencegah pembelian fiktif.
4.      Mengefektifkan proses pembelian dan transaksi.



B.     Divisi yang Terkait dengan Pembelian Bahan Baku
1.      Divisi Gudang
Divisi gudang bertanggung jawab untuk mengajukan pembelian bahan baku sesuai dengan persedian yang ada digudang kepada divisi pembelian. Selain itu divisi gudang memiliki fungsi untuk mengatur bahan baku yang ada digudang.
2.      Divisi Pembelian
Divisi pembelian bertanggung jawab dalam menentukan pemasok/suplier, harga, jenis atau tipe bahan baku yang sudah disesuaikan menurut standar perusahaan.
3.      Divisi Penerimaan
Divisi penerimaan bertanggung jawab atas penerimaan bahan baku yang masuk dan menjadi tempat pengecekan suatu bahan baku layak atau tidak digunakan didalam perusahaan.
4.      Divisi Akuntansi
Divisi akuntansi bertanggung jawab terhadap pencatatan hutang dan pencatatan persediaan.
5.      Divisi Keuangan
Divisi Keuangan bertanggung jawab atas pembayaran atau pelunasan hutang bahan baku.

C.    Sistem yang Membentuk Prosedur Pembelian Bahan Baku
1.      Prosedur Permintaan Pembelian Bahan Baku
Dalam prosedur permintaan pembelian bahan baku, divisi gudang mengajukan permintaan pembelian kepada divisi pembelian dalam bentuk formulir surat permintaan bahan baku kepada divisi pembelian.
2.      Prosedur Pemilihan Pemasok/Suplier dan Penentuan Harga
Dalam hal ini divisi Pembelian mengirimkan surat penawaran kepada pemasok untuk mendapatkan informasi harga, kualitas barang serta syarat yang harus dipenuhi. Proses ini bisa digunakan kebeberapa pemasok agar dapat mengetahui harga yang murah dengan kualitas terbaik.
3.      Prosedur Pemesanan Pembelian
Dalam proses ini, divisi pembelian mengirimkan surat pesanan mengenai barang dan kuantitas barang yang akan dipesan kepada pemasok yang telah dipilih dan telah menjalin kerjasama.
4.      Prosedur Penerimaan Barang
Dalam prosedur ini, divisi penerimaan barang melakukan pemeriksaan mengenai jenis, kuantitas dan mutu barang yang datang.
5.      Prosedur Pencatatan Hutang
Dalam prosedur ini, divisi akuntansi memeriksa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pembelian dan menyelenggarakan pencatatan hutang atau mengarsipkan sumber sebagai pencatatan hutang.
6.      Prosedur Pembayaran
Dalam prosedur pembayaran, divisi keuangan bertugas untuk melakukan pembayaran pesanan atau membayar utang pembelian.

D.    Dokumen-Dokumen Prosedur Pembelian Bahan Baku
Dokumen-dokumen yang digunakan dalam sistem informasi akuntansi pembelian bahan baku menurut Mulyadi adalah sebagai berikut:
1.      Surat Permintaan Pembelian (SPP).
2.      Surat Permintaan Penawaran Harga (SPPH).
3.      Surat Order Pembelian (SOP).
4.      Laporan Penerimaan Barang (LPB).
5.      Surat Perubahan Order (SPO).
6.      Bukti Kas Keluar (BKK)

E.     Pengendalian Internal Prosedur Pembelian Bahan Baku
Sistem Pengendalian yang diterapkan dalam prosedur pembelian bahan baku adalah sebgai berikut:
1.      Adanya pemisahan kewenangan dan fungsi dari setiap divisi agar pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan ranah divisinya seperti : Divisi Gudang, Divisi Pembelian, Divisi Penerimaan, Divisi Akuntansi, Divisi Keuangan.
2.      Adanya sistem otorisasi dan prosedur pencatatan data data yang berkaitan dengan pembelian bahan baku. Adapun sistem otorisasi yang diterapkan adalah sebagai berikut:
a.       Surat permintaan pembelian bahan baku di tandatangani oleh pejabat tertinggi didivisi gudang.
b.      Setiap pemilihan pemasok harus disetujui manager didivisi pembelian dan direktur utama.
c.       Setiap pembelian bahan baku harus disetujui manager pembelian dan manager keuangan.
d.      Laporan penerimaan barang harus ditanda tangani oleh divisi penerimaan dan divisi gudang.
e.       Setiap pencatatan yang dilakukan oleh bagian akuntansi harus berdasarkan dokumen yang telah diotorisasi oleh manager akuntansi.
f.       Sebelum melakukan pembayaran , harus ada otorisasi oleh direktur utama, manager keuangan dan manager akuntansi.
3.      Otorisasi tambahan untuk pengendalian Setiap dokumen harus mempunyai kode dan nomer urut agar mudah dalam pencatatan dan pengarispan. Dilakukan pengarsipan dokumen yang masuk atau keluar disetiap divisi. Tujuan dilakuakn pengarsipan agar memudahkan dalam penemuan kembali. Setiap dokumen yang akan diberikan harus ada tanda otorisasi oleh pihak yang bertanggung jawab. Penyimpanan arsip dilakukan perdivisi dengan masa pakai minimal 5 tahun

Sumber: Supawi Pawenang, 2016, Modul Akuntansi Biaya, Surakarta: Universitas Islam Batik.








PENYUSUTAN METODE
BERDASARKAN PENGGUNAAN

Berdasarkan faktor penggunaan, penyusutan aktiva terutama terkait dengan output dari aktiva yang bersangkutan atau tingkat jasa yang diberikan. Dalam hal ini, estimasi umur ekonomis aktiva dapat dinyatakan baik dalam satuan unit produksi ataupun jumlah jam jasa (operasional).
A.    Metode Jam Jasa
            Teori yang mendasari metode ini adalah bahwa pembelian suatu aktiva menunjukkan pembelian sejumlah jam jasa langsung. Dalam menghitung besarnya beban penyusutan, metode ini membutuhkan estimasi umur aktiva berupa jumlah jam jasa yang dapat diberikan oleh aktiva bersangkutan. Harga perolehan yang dapat disusutkan (harga perolehan dikurangi dengan estimasi nilai residu) dibagi dengan estimasi total jam jasa, menghasilkan besarnya tariff penyusutan untuk setiap jam pemakaian aktiva. Pemakaian aktiva sepanjang periode (jumlah jam jasanya) dikalikan dengan tariff penyusutan tersebut akan menghasilkan besarnya beban penyusutan periodic. Besarnya beban penyusutan ini akan berfluktuasi setiap periodenya tergantung pada jumlah konstribusi jam jasa yang diberikan oleh aktiva bersangkutan.

B.     Metode Unit Produksi
Dalam Penyusutan Aktiva Tetap dengan Metode Satuan Hasil Produksi, beban penyusutan ditetapkan berdasarkan jumlah output yang dihasilkan oleh aset pada periode yang berjalan atau bahasa lain beban penyusutan dihitung dengan Satuan Hasil Produksi, sehingga beban penyusutan tiap periode akan berfluktuasi mengikuti jumlah produksi yang dihasilkan. Metode satuan hasil produksi mengalokasikan biaya penyusutan berdasar atas proporsi pemakaian aset tetap yang sebenarnya. Metode ini menggunakan output atau hasil produksi sebagai dasar acuan alokasi beban penyusutan untuk setiap periode akuntansi.
Beban penyusutan dalam metode satuan hasil produksi diperlakukan sebagai beban variable sesuai dngan unit output yang dihasilkan aset tetap tiap periode. kelemahannya sama dengan kelemahan pada metode jam jasa. metode ini masuk kategori depresiasi berdasarkan faktor penggunaan. metode ini memandang beban penyusutan sejalan dengan tingkat pemakaiannya, idealnya, metode satuan hasil produksi diterapkan pada jenis aset tetap mesin produksi.
Berikut asumsi asumsi penyusutan metode hasil produksi digunakan:
1.      Nilai aset tetap menurun karena penggunaan, bukan karena faktor waktu
2.      Kerusakan serta ke-aus-an fisik aset adalah faktor penting, sedangkan tingkat Ke-usang-an bukan hal penting, 
3.      Biaya maintenance dan perbaikan sifatnya proporsional terhadap penggunaan,
4.      Tingkat efesiensi operasi sifatnya proporsional terhadap pemakaian aset, contohnya bahan bakar yang jumlahnya berfluktuasi.
5.      Pendapatan sifatnya proporsional terhadap penggunaan aset tetap
Metode hasil produksi merupakan metode penyusutan yang mengalokasikan beban penyusutan ke beberapa periode berdasarkan pada satuan unit yang diperoleh dari penggunaan aset tetap. Umur ekonomis aset tetap dinyatakan dalam satuan unit produksi, bukan berdasarkan tahun.

Tarif Penyusutan/Unit = (harga perolehan – nilai sisa) / taksiran jumlah produksi
Penyusutan = produksi setahun x ratif penyusutan per unit

Metode unit produksi didasarkan pada anggapan bahwa aktiva yang diperoleh diharapkan dapat memberikan jasa dalam bentuk hasil unit produksi tertentu. Metode ini memerlukan suatu estimasi mengenai total unit output yang dapat dihasilkan aktiva. Harga perolehan yang dapat disusutkan (harga perolehan dikurangi dengan estimasi nilai residu) dibagi dengan estimasi total output, menghasilkan besarnya tariff penyusutan aktiva untuk setiap unit produksinya. Jumlah unit produksi yang dihasilkan selama suatu periodic dikalikan dengan tariff penyusutan per unit menghasilkan besarnya beban penyusutan periodic. Besarnya beban penyusutan ini akan berfluktuasi setiap periodenya tergantung pada kontribusi yang dibuat oleh aktiva dalam unit yang dihasilkannya.

Sumber: Supawi Pawenang, 2016, Modul Akuntansi Biaya, Surakarta: Universitas Islam Batik.





PENYUSUTAN AKTIVA TETAP

Aktiva  adalah sumber daya ekonomi yang diperoleh dan dikuasai oleh suatu perusahaan sebagai hasil dari transaksi masa lalu, salah satunya adalah aktiva tetap yang digunakan perusahaan dalam kegiatan operasional perusahaan dalam menghasilkan produk. Untuk menghasilkan produk ini maka peranan aktiva tetap sangat besar, seperti lahan sebagai tempat berproduksi, bangunan sebagai tempat pabrik dan kantor, mesin dan peralatan sebagai alat untuk berproduksi dan lain-lain. Aktiva tetap juga merupakan bagian utama dalam penyajian posisi keuangan perusahaan.
Untuk memahami tentang aktiva tetap, terdapat beberapa pendapat yang akan dikemukakan antara lain sebagai berikut:
Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 16 paragraf 5 menyebutkan bahwa:
“Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun”. (Ikatan Akuntan Indonesia. Standar Akuntansi Keuangan. Salemba Empat, Jakarta, 2004, No 16  Paragraf 5)
Aset tetap memiliki masa manfaat lebih dari satu tahun (satu periode akuntansi). Semua jenis aset tetap, kecuali tanah, akan makin berkurang kemampuannya untuk memberikan jasa bersamaan dengan berlalunya waktu. Beberapa faktor yang mempengaruhi menurunnya kemampuan ini adalah karena pemakaian, keausan, ketidakseimbangan kapasitas yang tersedia dengan yang diminta dan ketetinggalan teknologi.
Berkurangnya kapasitas berarti berkurangnya nilai aset tetap yang bersangkutan. Hal ini perlu dicatat dan dilaporkan. Pengakuan adanya penurunan nilai aset tetap berwujud disebut penyusutan (depresiasi / depreciation).  Penyusutan dapat dihitung tiap-tiap bulan atau ditunda sampai dengan akhir tahun.
Akuntansi penyusutan merupakan suatu sistem akuntansi yang bertujuan untuk mendistribusikan harga perolehan atau nilai dasar lain, setelah dikurangi nilai sisa (jika ada) dari harga aktiva berwujud, terhadap masa pemakaian yang ditaksir untuk harga tetap yang bersangkutan. Penyusutan merupakan proses alokasi dan penilaian (valuation). Penyusutan untuk tahun berjalan merupakan bagian dari biaya total yang dialokasikan pada tahun tersebut menurut sistem yang berlaku. Meskipun alokasi secara wajar dapat mempertimbangkan kejadian yang timbul selama tahun berjalan, tetapi penyusutan bukanlah dimaksudkan untuk mengukur pengaruh dari kejadian itu. Tujuan dari penyusutan adalah untuk menyajikan informasi tentang penyusutan yang dilaporkan sebagai alokasi biaya yang diharapkan dapat berguna bagi para pemakai laporan keuangan. Informasi tentang penyusutan merupakan hal yangcukup penting bagi pemakai laporan keuangan, terutama dalam kaitannya earning power, yaitu mengenai:
1.      Proses perbandingan beban terhadap pendapatan untuk menghitung laba periodik.
2.      Tingkat keefektifan manajemen dalam menggunakan sumber daya.
Kebijakan pajak untuk penyusutan harus mempertimbangkan 3 (tiga) hal, yaitu: 
1.      Keadilan pajak, dengan adanya penyusutan, maka perusahaan manufaktur dan jenis usaha yang padat modal (capital intensive) akan sangat diuntungkan dibandingkan perusahaan jasa ataupun jenis usaha padat karya (labor intensive).
2.      Kebijakan ekonomi, dengan adanya penyusutan membawa akibat pada peningkatan investasi (capital growth) sehingga EAT/ROI/CF menjadi meningkat.
3.      Administrasi, pemilihan jenis penyusutan harus disesuaikan dengan beberapa hal, yaitu besarnya biaya administrasi, sumber daya manusia, dan kepatuhan wajib pajak.

B.     Faktor-faktor yang mempengaruhi penyusutan / depresiasi
1.      Cost dari aktiva tetap,
2.      Umur ekonomis aktiva tetap,
3.      Nilai residu, dan
4.      Pola penggunaan aktiva tetap.

C.    Jurnal Penyusutan Aset Tetap
Penyusutan aset tetap adalah Beban perusahaan, jurnal untuk mencatat penyusutan aset tetap adalah:
Beban Penyusutan
[D] xxxxxxx
Akumulasi Penyusutan
[K] xxxxxxx






D.    Pengakuan aktiva tetap
Perusahaan harus segera mengakui setiap aktiva yang dimiliki dan mengelompokkannya  sebagai aktiva tetap, apabila aktiva yang dimaksud memenuhi pengertian dan memiliki sifat-sifat sebagai aktiva tetap. Mengenai pengakuan aktiva tetap ini, Ikatan Akuntan Indonesia memberikan pernyataan dalam PSAK Nomor 16 paragraf 06, yaitu: (Ikatan Akuntan Indonesia, op.cit., No 16 paragraf 6).
Suatu benda berwujud harus diakui sebagai suatu aktiva dan dikelompokkan sebagai aktiva tetap apabila:
1.      Besar kemungkinan bahwa manfaat keekonomisan di masa yang akan datang yang berkaitan dengan aktiva tersebut akan mengalir dalam perusahaan; untuk dapat menilai apakah manfaat keekonomisan di masa yang akan datang  tersebut akan mengalir ke dalam perusahaan maka harus di nilai tingkat kepastian terjadinya aliran manfaat keekonomisan tersebut, yang juga memerlukan suatu kepastian bahwa perusahaan akan menerima imbalan dan menerima resiko terkait.
2.      Biaya perolehan aktiva dapat di ukur secara handal; sedangkan kriteria kedua  mengarah kepada bukti-bukti yang diperlukan untuk mendukungnya.
Dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan ditekankan pula masalah pengendalian manfaat yang diharapkan dari suatu aktiva. Agar aktiva yang digunakan dapat memberikan manfaat yang optimal terhadap kegiatan operasi perusahaan. Dengan demikian satu hal yang penting yang berkaitan pula dengan pengakuan suatu aktiva adalah perusahaan memiliki kendali atas manfaat yang diharapkan dari aktiva tersebut.

E.     Penggolongan aktiva tetap
Aktiva tetap dikelompokkan karena memiliki sifat yang berbeda dengan aktiva lainnya. Kriteria aktiva tetap terdiri dari berbagai jenis barang maka dilakukan penggelompokkan lebih lanjut atas aktiva-aktiva tersebut. Pengelompokkan itu tergantung pada kebijaksanaan akuntansi perusahaan masing-masing karena umumnya semakin banyak aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan maka semakin banyak pula kelompoknya.
Aktiva tetap yang dimiliki perusahaan terdiri dari berbagai jenis dan bentuk, tergantung pada sifat dan bidang usaha yang diterjuni perusahaan tersebut. Aktiva tetap sering merupakan suatu bagian utama dari aktiva perusahaan, karenanya signifikan dalam penyajian posisi keuangan. Nilai yang relatif  besar serta jenis dan bentuk yang beragam dari aktiva tetap menyebabkan peusahaan harus hati-hati dalam menggolongkannya.
Dari macam-macam aktiva tetap, untuk tujuan akuntansi dilakukan penggolongan sebagai berikut:
1.      Aktiva tetap yang umumnya tidak terbatas seperti tanah untuk letak perusahaan, pertanian dan peternakan.
2.      Aktiva tetap yang umumnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya  dapat diganti dengan aktiva yang sejenis, misalnya bangunan, mesin, alat-alat, mebel dan lain-lain.
3.      Aktiva tetap yang umumnya terbatas dan apabila sudah habis masa penggunaannya tidak dapat diganti dengan aktiva yang sejenis, misalnya sumber-sumber alam seperti hasil tambang dan lain-lain.
Menurut Sofyan Safri H aktiva tetap dapat dikelompokkan dalam berbagai sudut antara lain:
1.      Sudut substansi, aktiva tetap dapat dibagi:
a.       Tangible Assets atau aktiva berwujud seperti lahan, mesin, gedung, dan peralatan.
b.      Intangible Assets atau aktiva yang tidak berwujud seperti Goodwill, Patent, Copyright, Hak Cipta, Franchise dan lain-lain.
2.      Sudut disusutkan atau tidak:
a.       Depreciated Plant Assets yaitu aktiva tetap yang disusutkan seperti Building (Bangunan), Equipment (Peralatan), Machinary (Mesin), Inventaris,  Jalan dan lain-lain.
b.      Undepreciated Plant Assets yaitu aktiva yang tidak dapat disusutkan, seperti land (Tanah).
3.      Berdasarkan Jenis
Aktiva tetap berdasarkan jenis dapat dibagi sebagai berikut:
a.       Lahan-Lahan adalah bidang tanah terhampar baik yang merupakan tempat bangunan maupun yang masih kosong. Dalam akuntansi apabila ada lahan yang didirikan bangunan diatasnya harus dipisahkan pencatatan dari lahan itu sendiri.
b.      Bangunan gedung-Gedung adalah bangunan yang berdiri di atas bumi ini baik di atas lahan/air. Pencatatannya harus terpisah dari lahan yang menjadi lokasi gedung.
c.       Mesin-Mesin termasuk peralatan-peralatan yang menjadi bagian dari mesin yang bersangkutan.
d.      Kendaraan-Semua jenis kendaraan seperti alat pengangkut, truk, grader, traktor, forklift, mobil, kendaraan bermotor dan lain-lain.
e.       Perabot-Dalam jenis ini termasuk perabotan kantor, perabot laboratorium, perabot pabrik yang merupakan isi dari suatu bangunan
f.       Inventaris-Peralatan yang dianggap merupakan alat-alat besar yang digunakan dalam perusahaan seperti inventaris kantor, inventaris pabrik, inventaris laboratorium, inventaris gudang dan lain-lain.
g.      Prasarana-Prasarana merupakan kebiasaan bahwa perusahaan membuat klasifikasi khusus prasarana seperti: jalan, jembatan, roil, pagar dan lain-lain.

Sumber: Supawi Pawenang, 2016, Modul Akuntansi Biaya, Surakarta: Universitas Islam Batik.