BIAYA POKOK BAHAN BAKU
Biaya
bahan baku (raw material cost) adalah
seluruh biaya untuk memperoleh sampai dengan bahan siap untuk digunakan yang
meliputi harga bahan, ongklos angkut, penyimpanan dan lain-lain. Berikut ini
diuraikan sistem pembelian lokal bahan baku.
Sistem
pembelian lokal bahan baku terdiri dari prosedur permintaan pembelian,
prosedur order pembelan, prosedur penerimaan barang, prosedur pencatatan
penerimaan barang di gudang, dan prosedur encatatan utang .
1. Prosedur
Permintaan Pembelian Bahan Baku
Jika
persediaan bahan baku yang ada digudang sudah mencapai jumlah tingkat minimum
pemesanan kembali ( reorder point), Bagian gudang kemudian membuat surat
permintaan pembelian (purchase requisition) yang kemudian dikirimkan ke bagian
pembelian .
2.
Prosedur Penerimaan Bahan Baku
Pemasok
mengirimkan bahan baku kepada perusahaan sesuai dengan surat order pembelian
yang diterimanya. Bagian Penerimaan yang bertugas menerima barang, mencocokan
kualitas, kuantitas, jenis serta spesifikasi bahan baku yang diterima dari
pemasok dengan tembusan surat order pembelian. Apabila bahan baku yang diterima
telah sesuai dengan surat order pembelian, Bagian Penerimaan membuat laporan
penerimaan barang untuk dikirimkan kepada Bagian Akuntansi.
3.
Prosedur Pencatatan Penerimaan Bahan Baku di Bagian
Gudang
Bagian
Penerimaan menyerahkan bahan baku yang diterima dari pemasok kepada Bagian
Gudang. Bagian Gudang menyimpan bahan baku tersebut dan mencatat jumlah bahan
baku yang diterima dalam kartu gudang (stock card). Kartu Gudang di gunakan
oleh Bagian Gudang untuk mencatat mutasi tiap-tiap jenis barang gudang. Kart
gudang hanya berisi informasi kuantitas tiap-tiap jenis barang yang disimpan di
gudang dan tidak berisi informasi mengenai harganya. Catatan kartu guang
diawasi bagian akuntansi yang berupa kartu persediaan.
4.
Prosedur Pencatatan Utang Yang Timbul dari Pembelian
Bahan Baku
Bagian
pembelian menerima faktur pembelian dari pemasok. Bagian pembelian memberikan
tanda tangan diatas faktur pembelian, sebagai tanda persetujuan bahwa faktur
dapat dibayar karena pemasok telah memenuhi syarat-syarat pembelian yang
ditentukan oleh perusahaan. Faktur pembelian yang telah ditandatangani oleh
Bagian Pembelian tersebut diserahkan kepada Bagian Akuntansi.
Dalam
transaksi pembelian bahan baku, bagian akuntansi memeriksa ketelitian
perhitungan dalam faktur pembelian dan mencocokannya dengan informasi dalam
tembusan surat order pembelian yang diterima dari Bagian Pembelian dan laporan
penerimaan barang yang diterima dari bagian penerimaan. Faktur pembelian
beserta surat order pembelian dan laporan penerimaan barang dicatat oleh bagian
akuntansi dlm jurnal pembelian yang kemudian di catat dalam Kartu Persediaan .
Semua
biaya yang terjadi untuk memperoleh bahan baku dan untuk menempatkanya dalam
keadaan siap untuk diolah, merupakan unsur harga pokok bahan baku yg dibeli.
Oleh karena itu, harga pokok bahan baku tidak hanya berupa harga yang tercantum
dalam faktur pembelian saja.
1.
Perlakuan
terhadap biaya angkutan ini dpt dibedakan sbb :
a. Biaya angkutan diperlakukan sebagai
tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli.
b. Biaya angkutan tidak diperlakukan
sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli, namun diperlakukan sebagai
unsur biaya overhead pabrik.
2.
Biaya
angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli
Apabila
angkutan diperlakukan sebagai tambahan harga pokok bahan baku yang dibeli, maka
alokasi biaya angkutan kepada masing-masing jenis bahan baku yang dibeli
dapat didasarkan pada :
a. Perbandingan
kuantintas tiap jenis bahan baku yang dibeli.
b. Perbandingan
harga faktur tiap jenis bahan baku yang dibeli.
c. Biaya
angkutan diperhitungkan dalam harga pokok bahan baku yang dibeli berdasarkan
tarif yang ditentukan di muka.
Berbagai macam metode penentuan harga pokok bahan
baku yang dipakai dalam produksi (materials costing methods) diantaranya adalah
: Peramalan ekonomi (economic
forecast)
1. Metode identifikasi khusus
Dalam metode ini, setiap
jenis bahan baku yang ada digudang harus di beri tanda harga pokok per satuan
berapa bahan baku tersebut dibeli. Setiap pembelian bahan baku yang harga
persatuanya berbeda dengan harga per satuan bahan baku yang sudah ada di
gudang, harus dipisahkan penyimpanannya dan diberi tanda pada harga berapa
bahan baku tersebut dibeli. Dalam metode ini, tiap-tiap jenis bahan baku yang
ada di gudang jelas identitas harga pokoknya, sehingga setiap pemakaian bahan
baku dapat diketahui harga pokok per satuanya secara tepat.
2. Metode biaya standar
Dalam metode ini, bahan baku yg dibeli dicatat dalam
kartu persediaan sebesar harga standar (standar prince) yaitu harga taksirn
yang mencerminkan harga yang diperkirakan untuk tahun anggaran tertentu. Pada
saat pakai, bahan baku diebankan kepada produk pada harga standar tersebut.
3. Metode Rata-Rata Harga Pokok Bahan Baku pada Akhir Bulan
Dalam metode ini, pada tiap akhir bulan dilakukan
perhitungan harga pokok rata-rata per satuan tiap jenis persediaan bahan baku
yang ada di gudang . Harga pokok rata-rata persatuan ini kemudian digunakan
untuk menghitung harga pokok bahan baku yang dipakai dalam produksi dalam bulan
berikutnya.
4. Metode Rata-Rata Rergerak / Rata-Rata Tertimbang
Dalam meode ini, persediaan bahan baku yang ada di
gudang dihitung harga pokok rata-ratanya, dengan cara membagi total harga pokok
dengan jumlah satuanya. Setiap kali terjadi pembelian yang harga pokok
persatuanya berbeda dengan harga rata-rata pokok persediaan yang ada di gudang,
harus dilakukan perhitungan harga pokok rata-rata per satuan yang baru. Bahan
baku yang dipakai dalam proses prouksi dihitung harga pokoknya dengan
mengalikan jumlah satuan bahan baku yang dipakai dengan harga pokok rata-rata
per satuan bahan baku yang ada di gudang.
1.
Sisa Bahan (Scrap Materials)
Sisa bahan merupakan bahan baku yang rusak dalam proses
produksi, sehingga tidak dapat menjadi bagian produk jadi. Jika sisa bahan
tidak mempunyai nilai jual, akibat yang ditimbulkan adalah harga
pokok persatuan produk jadi lebih tinggi. Jika bahan masih mempunyai nilai
jual, masalah yang timbul adalah bagaimana memperlakukan hasil penjualan sisa
bahan tersebut.
2. Produk
Rusak (Spoiled Goods)
Produk rusak
merupakan produk yang tidak memenuhi standar kualitas yang telah ditetapkan.
Produk rusak merupakan produk yang telah menyerap biaya produksi dan secara
ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk baik.
3. Produk
Cacat (Defective Goods)
Produk cacat adalah produk yang tidak memenuhi
standar mutu yang telah ditentukan, tetapi dengan mengeluarkan biaya pengerjaan
kembali untuk memperbaikinya, produk tersebut secara ekonomis dapat
disemurnakan lagi menjadi produk jadi yang baik. Masalah yang timbul dalam
produk cacat adalah bagaimana memperlakukan biaya tambahan untuk pengerjaan
kembali (rework cost) produk cacat
tersebut. Perlakuan terhadap biaya pengerjaan kembali produk cacat adalah mirip
dengan produk rusak (spoiled goods).
Sumber: Supawi Pawenang, 2016, Modul Akuntansi Biaya, Surakarta:
Universitas Islam Batik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar